18 Mei, 2010

Pelajaran ke delapan belas


‘An Abdillahi bni Abi aufa qaala: qaala Rasulullah saw. wal ladsi nafsu muhammadin biyadihi laa tuaddiyal mar’atu haqqa rabbiha hatta tuaddiy haqqa zaujiha” ( HR Ibnu Maja)

Artinya.
Diriwayatkan oleh Abdullah Ibnu Abi Auf ra, bahwa Rasulullah saw, bersabda. Demi dzat yang menggenggam jiwa Muhammad dalam tangan-Nya, tidaklah seorang perempuan dianggap menunaikan kewajibannya terhadap Allah swt, sehingga ia belum menunaikan kewajiban terhadap suaminya. ( H R Ibnu Majah)

Penjelasan.
Disatu pihak dengan tegas Rasulullah saw menyuruh kepada laki-laki supaya berbuat baik kepada istrinya, dan dipihak lain menganjurkan dengan tegas kepada kaum wanita supaya seorang istri harus menunaikan kewajiban-kewajibannya terhadap suaminya. Karena ketentraman sejati dan berkah yang hakiki, akan dapat meliputi suatu rumah tanggan, kalau sang suami memberikan perlakuan yang sebaik-baiknya terhadap istrinya dan sang istri menunaikan segala kewajiban-kewajiban nya dengan kesetiaan yang sesempurna-sempurnanya terhadap suaminya. Rasulullah saw sangat memperhatikan kepada kewajiban yang suci ini dari kaum wanita, sehingga dalam satu hadits beliau saw. bersabda, kalau suami dari seorang istri muslim meninggal dunia, dalam keadaan hati senang terhadap istrinya, kemudian istri itu juga dengan karunia ilahi akan masuk kedalan surga.
Dan dalam bagian kedua dari hadits tersebut diatas beliau saw bersabda, “kalau dalam islam dibolehkan untuk bersujud kepada sesuatu yang selain Allah, kemudian aku akan perintahkan supaya istri bersujud kepada suaminya.”
Sabda dari Rasulullah saw, bahwa seorang istri yang tidak menunaikan kewajibannya terhadap suaminya, ia tidak dapat menunaikan kewajibannya terhadap Allah swt juga, ini mengandung dua hikmah yang dalam:
Pertama, Walaupun dalam derajat-derajatnya ada perbedaan-perbedaan yang bagaimanapun besarnya, tetapi kedua-dua kewajiban ini adalah satu sifatnya. Misalnya sebagaimana Allah swt, sangat mencintai hamba-hamba-Nya, begitu pula seorang suamipun mempunyai martabat yang luar biasa dalam kecintaanya kepada istrinya, meskipun ada kecintaan itu, tetapi Allah swt, tetap menguasai dan mengawasi hamba-hambaNya, begitu pula sang suami walaupun mencintai istrinya, tetapi dia juga yang menjaga dan melindungi rumah tangga itu. Allah swt, adalah Razzak (Yang Maha memberi rezeki) bagi hamba-hambaNya dan mengadakan jalan-jalan untuk menghidupkan mereka, begitu pula sang suami berkewajiban mengadakan keperluan-keperluan dan belanja untuk istrinya. Demikian pula banyak bagian-bagian lain juga mempunyai banyak persesuaian semacam itu. Dan persesuaian itu adalah demikian jelas, sehingga dalam bahasa Urdu suami dinamakan ‘Tuhan Kiasan’ juga malah bunyi perkataan “Khudawad” (Tuhan) dan “Khawad“ (suami) itupun sangat sesuai dan menyerupai kepada satu sama lain.
Kedua : Hikmah yang satu lagi, ialah dalam ajaran islam hak-hak dan kewajiban untuk manusiapun ditetapkan oleh Allah swt. Syariat islam sangat mementingkan kepada Huqququl ibad (kewajiban terhadap sesama manusia) maka ada hadits yang menerangkan, bahwa Allah swt suka memaafkan kepada dosa-dosa yang mengenai huqququllah (kewajiban kepada Allah) tetapi dosa-dosa yang mengenai huqququlibad (kewajiban terhadap manusia) tidak suka dimaafkan olehNya, hingga manusia itu sendiri tidak memaafkan kepada yang ia berbuat dosa itu.
Berdasar kepada dua hikmah inilah Rasulullah saw, telah bersabda, dengan bersumpah atas nama Allah swt, beliau saw. berkata dengan perkataan yang sangat tegas, bahwa seorang istri tidak dapat dianggap menunaikan kewajiban-kewajibannya kepada Allah, sehingga ia belum menunaikan kewajiban-kewajibannya terhadap suaminya. Kemudian beliau saw, mengisyaratkan pula hal ini dalam perkatan-perkataan itu, bahwa Allah tidak akan senang dan ridho kepada seorang istri, yang belum menunaikan kewajibannya terhadap suaminya.
Apakah hak-hak suami atas istrinya ?. maka tentang hal ini Al-qur’an dan Hadits menunjukkan, bahwa hak-hak seorang suami dari istrinya ialah seorang istri harus patuh dan taat kepadanya, menghormati dengan sepatutnya, mencintai dan tetap setia padanya, memperhatikan kepada pendidikan anak-anaknya, menjaga kepada harta bendanya dan sedapat mungkin harus mengkhidmati suaminya. Sebaliknya dari itu hak-hak sang istri dari suaminya, ialah seorang suami harus mencintai, menyayangi dan membesarkan hati istrinya, melindungi ia dari kesusahan, menghormati perasaannya dan sesuai kemampuannya menanggung segala belanjanya yang perlu untuk penghidupannya. Sekarang setiap orang dapat memikirkan sendiri, bahwa kalau suami dan istri saling memperhatikan kepada hak-hak ini terhadap satu sama lain, kemudian apakah kekurangan dalam rumahtangga seorang islam untuk menyerupai sebagai jannah(surga)?.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.