11 April, 2010

Pelajaran ke tujuh


Diriwayatkan oleh Hadhrat Abu Hurairah ra. Bahwa Rasulullah saw. barsabda Bahwasanya barang siapa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan mendirikan sholat dan berpuasa dalam bulan Romadhan adalah seolah-olah hak diatas Allah untuk memasukkan orang itu kedalam sorga, biar dia berjihad didalam jalan Allah atau ia duduk didalam rumah dimana ia dilahirkan. Bekata sahabat-sahabat ya Rasulullah bolehkah kami sampaikan kabar suka ini kepada orang-orang lain ? Beliau saw bersabda, bahwasanya dalam sorga itu ada seratu derajat yang disediakan oleh Allah swt kepada orang-orang yang berjihad didalam jalan Allah swt, perbedan diantara dua derajat adalah seperti perbedaan diantara langit dan bumi. Maka apabila kamu meminta sorga kepada Allah, maka mintalah derajat sorga firdaus, sesungguhnya itulah derajat yang paling sedang dalam sorga dan ada lagi derajat yang paling tinggi dalam jannah adalah sorga Arasy dari Arrahman dan dari padanya memancarlah sungai-sungai dari sorga.(H R Bukhari)

Penjelasan :
Ini adalah satu hadits yang agak panjang. Karena hadits ini menerangkan kepada kita beberapa hal yang sangat penting, sangat berguna dan mengenai pelajaran mendasar, sebagai berikut:

1. Bahwa dalam sorga ( janna) tidaklah hanya satu derajat saja, melaingkan banyak derajat-derajatnya dan yang paling tinggi diantara itu ialah derajat surga firdaus, yang adalah sebagai sumber dari segala sungai-sungai yang ada disurga.
2. Bahwa dalam jannah/sorga, perbedaan diantara derajat yang terendah derajatnya dari seorang Muslim dengan derajat yang setinggi-tingginya dari seorang muslim yang qaa’id, adalah seperti perbedaan diantara langit dan bumi.
3. Bahwa orang islam bukan saja harus berusaha untuk memperoleh derajat yang disediakan untuk orang-orang mujahid malah derajat dia harus berusaha meraih sorga yang setinggi-tingginya untuk orang mujahid yaitu, hendaklah sorga firdaus dijadikan maksudnya.
4. Bahwa berbagai-bagai derajat dalam surga ditetapkan menurut kedekatan pada Allah swt oleh karena itulah derajat yang paling tinggi dalam jannah adalah yang terdekat pada Arasy Ilahi.
5. Bahwa nikmat janna bukanlah terdiri dari benda-benda melaingkan rohani juga, karena tingkatannya ditetapkan menurut kedekatan kepada Allah swt. walaupun dalam nikmat itu beserta ruh tapi adapula bagian jidsimnya, akan tetapi dalam jannah jisim manusiapun adalah secara rohani juga, oleh karena itu nikmat-nikmat jasmani yang ada disitu sesungguhnya menurut tingkatan kerohaniaanya sama sekali akan bersih dan suci.

Demikianlah ilmu-ilmu yang mendalam ini yang kami terima dari hadits itu. Kehendak dari pada sabda Rasulullah ini ialah supaya tujuan dan cita-cita orang islam dipertinggi dengan setingggi-tingginya. Seorang islam yang dengan niat ikhlas hanya menjalankan hukum-hukum islam tentang sholat dan puasa ( dalam hadits ini tidak disebutkan tentang Hajj dan Zakat, karena ibadah ini hanya wajib bagi orang islam yang mampu dan mempunyai syarat-syaratnya. ) tetapi duduk dirumahnya sebagai qaa’id saja, memang ia dapat terhindar dari kemurkaan Allah swt, tetapi ia tidak dapat memperoleh nikmat-nikmat yang tinggi yang membawa manusia kepada qurb ilahi yang istimewa. Maka orang-orang mukmin yang betul-betul menghendaki kemajuan, mereka berkewajiban meninggalkan kehidupan seperti yang tinggal duduk dirumah dan harus mempunyai kehidupan seperti mujahid-pejuang, serta siang malam berusaha untuk mengkhidmati agama Allah, dan ummat Rasulullah saw. Sebenarnya ummat muslim yang duduk berdiam diri dirumah saja atau yang pengaruh dan mamfaat untuk agama dan imannya hanya terbatas sampai di dirinya saja, ia bukan hanya ketinggalan saja dari nikmat-nikmat yang tinggi itu, malah ia berada dalam suatu bahaya yang senantiasa mengancam kepadanya, dan boleh dikatakan ia betul-betul berdiri ditepinya saja dan kelemahan yang sedikit saja dapat menjatuhkan dia dari tempat kelepasan itu serta terjerumus dalam siksaa. Tetapi seorang muslim yang mujahid-yang berjuang untuk agama, mereka sama sekali terjaga dari bahaya seperti itu.
Ada lagi satu pertanyaan, bahwa bagaimana cara-caranya untuk menjadi mujahid fi sabilillah itu? Maka meskipun jihad fisabilillah ada berpuluh-puluh cabangnya, akan tetapi Al-qur’an telah lebih memetingkan kepada dua cabang, sebagaimana firmanNya: Fadhdhalallahu mujahidiina biamwalihim wa amfusihim ‘alal qaaidina darajatan (4 : 96 )Artinya : Allah melebihkan orang-orang yang mujahid dengan harta bendanya dan jiwa mereka atas mereka yang duduk dalam derajatnya.
Firman Allah swt ini menunjukkan, bahwa jalan yang terbesar untuk jihad ialah dengan harta benda dan jiwa. Jihad dengan harta benda ialah membelanjakan harta benda dengan sebanyak-banyaknya untuk penyiaran, kemajuan, dan kekuatan islam. Jihad dengan jiwa ialah membelanjakan waktunya yang sebanyak-banyaknya untuk mengkhidmati agama ( tabligh dan tarbiyat) dan apabila dia diperlukan tidak sayang untuk mengorbankan jiwanya juga. Barang siapa yang dengan rela mengambil bagian dalam dua macam jihad ini, ia dianggap pantas untuk memperoleh nikmat yang tinggi itu yang telah disediakan untuk seorang mujahid. Akan tetapi orang-orang yang menjalankan sholat dan puasa dengan duduk dirumah saja, mereka tidak dapat mengharapkan suatu pengampunan dan kelepasan lebih dari pada untuk yang qaa’id itu.
Sekarang perhatikanlah, betapa kasih sayangnya junjungan kita nabi Muhammad saw terhadap kita, seperti seorang ayah yang sangat penyayang, yang untuk itu beliau saw bersabda : Bahwa benar dengan menjalankan sholat dan puasa kamu akan memperoleh ganjaran dan akan terjaga dari siksaan neraka, akan tetapi kamu harus bercita-cita yang tinggi dan berusaha untuk memperoleh nikmat-nikmat yang telah disediakan bagi seorang mujahid fisabilillah itu, karena bila tanpa itu kehidupan suatu kaum akan senantiasa terancam untuk selamanya. Dalam hal ini kewajiban yang terutama yang terbesar adalah terletak kepada ibu bapak, kemudian kepada guru-guru pendidik dan para maha guru, supaya mereka mendidik dan membangkitkan semangat mujahid ( yang berjuang terus) dari mulai masa kanak-kanak dan jangan mereka sampai biasa dalam kehidupan sebagai qa’id (yang duduk-duduk saja).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.