21 April, 2010

Pelajaran ke sebelas


‘Anibni Umara ra qola : sami’tu Rasulallah saw yaqulu ‘alal mar’il muslimi a ssam’u wa tho’atu fii maa ahabba wa kariha illa ayyu’mara bima’shiyatin fain umira bima’shiyatin fala sam’a wa laa tho’ata ( HR Bukhari )

Artinya :
Diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Umar ra. Berkata, bahwa saya telah mendengar dari Rasulullah saw berkata, adalah wajib atas setiap muslim untuk mendengar dan ta’at ( kepada pemimpin) dalam segala hal, disukai atau tidak disukai, kecuali bila dia diperintahkan yang berlawanan dengan perintah yang telah ada (yang dari Allah dan Rasul-Nya) dan bila ia diperintahkan untuk berbuat maksiat (pelanggaran), maka ia tidak perlu mendengar dan ta’at kepadanya. (H Bukhari)

Penjelasan hadits:

Hadits ini menjelaskan suatu peraturan dasar dari sifat taat menurut ukuran dan ajaran islam. Islam adalah agama yang sangat teratur dan berdisiplin dan tidak setuju memaksa seseorang masuk kedalam islam dan bahkan mengumumkan dengan jelas, laa ikraha fi diin,(tidak ada paksaan pada agama islam). Tetapi bila seseorang dengan kemauan dan kerelaan serta keikhlasan sendiri menganut masuk agama islam, kemudian Agama islam mengharapkan supaya ia ta’at dan disiplin sesuai dengan sifat dan kehormatan suatu bangsa dan golongan yang mengikuti aturan. Agama islam menghendaki supaya setiap pemeluknya menjadi contoh dari keita’atan yang sempurna dan islam tidak mengizinkan untuk menolak dan mengabaikan perintah amirnya/pemimpinnya dan mengikuti hanya yang disukainya dan menolak menerima apa yang tidak disukainya. Maka kata ‘dengarkanlah dan ta’atlah’ adalah seruan islam yang abadi. Bagi seorang muslim, dalam peraturan ita’at ini, hanyalah satu pengecualian ialah, kalau dia diperintahkan sesuatu yang jelas-jelas bertentangan dengan perintah Allah dan rasulNya yang sudah ada, demikian juga perintah dari seorang atasan, selain dari itu tidak ada pengecualian selain ia harus ta’at pada peraturan ‘dengarlah dan ta’atlah’ pada apa yang telah ditetapkan itu.
Dalam hadits ini sebelum perkataan ‘atta’at’(patuh) ditambahkan perkataan ‘as sam’u’ yang menunjukkan suatu hikmah yang mendalam. Bahwa seorang muslim tidak boleh hanya ta’at secara negatip saja, atau dia hanya ta’at pada perintah yang telah diterima dan yang lain tidak, bahkan dia harus menjadi contoh ita’at yang positip dan bersemangat pula. Yaitu ia harus senantiasa giat dan berdaya upaya untuk mendengarkan segala perintah dan anjuran pimpinan, supaya ia dapat mengikuti kehendak pimpinan dengan tepat dan cepat. Bila ia tidak berlaku demikian, hanya ta’at dan mengikuti saja, maka perkataan atha’at pun sudah cukup tidak perlu ditambahkan perkataan as-sam’u, maka penambahan kata sam’u disini bermaksud sebagai ganti dari attha’at yang bermakna tidak keta’atan saja, tapi haruslah ditegakkan ketaatan dengan semangat yang sungguh-sungguh. Maka kesimpulan cara dan aturan itaat dalam ajaran islam adalah :
1. Dalam tiap-tiap perkara ta’atlah kepada perintah pimpinanmu, walaupun perintah itu disukai olehmu atau tidak.
2. Dengarkanlah apa kata pimpinanmu dengan hati senang, supaya kamu jangan sampai ketinggalan dalam keitaatan kepada satu perintahnya.
3. Akan tetapi kalau pimpinanmu memberikan suatu perintah yang jelas-jelas bertentangan dengan satu perintah yang telah ada dari Allah swt dan RasulNya saw. atau satu perintah pimpinan yang lebih tinggi dari pada perintah pimpinan itu, janganlah taat padanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.