21 April, 2010

Pelajaran ke dua belas


‘An Thaariqi bni Syihaabin ra, anna rajulan saalan nabiyya (saw) waqod wadho’a rijlahuu fil garzi, ayyul jihaadi afdholu, qoola kalimatu haqqin inda sulthonin jaabirin (HR Nasai )
Artinya:
Dari Thariq bin syihab ra., bahwa sekali peristiwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi saw ketika beliau saw sedang memasukkan kakinya dalam Sanggurdi, ya Rasulullah saw. manakah jihad yang paling mulia, Rasulullah saw menjawab: Perkataan yang benar dihadapan Raja/ penguasa yang berlaku tidak adil. ( H. R Nasai)
Penjelasan:
Disisi lain islam memberi perintah kepada orang islam, bahwa mereka harus menjadi contoh yang sebaik-baiknya dalam keitaatan kepada Amir atau hakim, dan harus mendengarkan kepada perintah-perintahnya dengan penuh perhatian dan melaksanakannya dengan senanghati. Disisi lain islam mewajibkan juga kepada orang-orang yang dipimpin/ma’mun, bahwa kalau Amir/pemimpin itu tersesat dari jalan keadilan dan berlaku zalim, kemudian meraka ma’mum/yang dipimpin mempergunakan keberanian akhlak atau dengan memberi musyawarah yang baik kepada Amir/pemimpin tersebut, begitu juga mereka berusaha memperbaiki cara-cara atau sikap yang tidak adil dari seorang Raja/penguasa itu untuk menegakkan keadilan dan kejujuran dalam negeri itu. Dan dengan memberi musyawarah kepada penguasa/pemimpin yang sesat dan itu memerlukan keberanian yang luar biasa, bahkan kadangkala sangat berbahaya, maka untuk perbuatan ini Rasulullah saw menamakan kepada usaha yang penting ini sebagai jihad paling tinggi (paling afdhol).
Sesungguhnya Islam telah memberikan perimbangan yang begitu baik diantara hak-hak penguasa/pemimpin dan hak-hak yang dipimpin atau antara pemerintah dan rakyat, sehingga tidak dapat lagi membuat peraturan yang lebih tinggi dari itu, yaitu demikian :

1. Bahwa dengan tidak membedakan bangsa atau golongan, islam memberi petunjuk, supaya jabatan-jabatan pemerintah, mulai jabatan yang tertinggi sampai kepada bawahan harus diserahkan kepada ahlinya, seperti Firman Allah swt:
“tuaddul amanati ilaa ahlihaa wa idsa hakamtum bainannaasi antahkumu bil adli”
Yang artinya:
Serahkanlah amanat/jabatan kepada ahlinya (yang mahir dan mampu) dan apabila kamu menjadi hakim diantara manusia, maka memerintalah dengan benar adil (4:59)
2. Islam memberi petunjuk, bahwa orang-orang wajib itha’at kepada pemimpinnya atau hakimnya dengan sesempurna-sempurnanya dan memperhatikan kepada perintah-perintahnya dengan penuh perhatian dan melaksakannya dengan senang hati
3. Islam memberi petunjuk, bahwa jikalau ada seorang hakim/pemimpin yang menyimpang dari cara keadilan dan kejujuran, maka orang-orang yang dipimpin berkewajiban berusaha untuk memperbaikinya dengan jalan memberikan musyawarah yang baik pada waktu yang tepat, sesuai kondisi daerah. Musyawarah seperti ini termasuk jihad yang tinggi nilainya.
Tetapi oleh karena keadaan sebagian orang bawahan mengaku merasa mengambil langkah yang salah tidak melakukan apa-apa, karena terdorong oleh perasaan menghormati diri atau tergesa-gesa atau iri hati yang tidak pada tempatnya. Atau sakit hatinya maka sebagaimana Musa as. harus berlaku pada Fir’aun, Allah swt berfirman kepada Nabi Musa as. : faquulaa lahu qaulal llayyinaa, (20:46), artinya : maka katakanlah kepadanya perkataan-perkataan yang lemah-lembut. Demikian pula islampun memberi pelajaran, bahwa dalam kejadian seperti itu, tidak boleh sekali-kali dipergunakan cara-cara yang bertentangan kesopanan atau bersifat kurang ajar atau menyerupai pemberontakan. Bahkan sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits yang lain, bahwa kalau sebagian keaniayaan-keaniayaan dapat ditahan dengan kesabaran itulah yang lebih baik supaya keamanan negeri dan persatuan bangsa tidak terancam dan demikianlah pelajaran yang bersifat sedang dan penengah yang dapat dijadikan sebagai asas untuk keamanan dunia.
Sangat disayangkan, bahwa dalam zaman sekarang ini dari pada memberi musyawarah yang baik kepada orang-orang atasan, hakim atau kepala dan mendirikan mereka atas keadilan dan kejujuran, kebanyakan orang mempergunakan cara-cara yang menyesatkan dan tidak beradap pada orang-orang atasan atau pimpinan itu. Disatu fihak dengan cara-cara menjilat yang bohong dan dilain fihak dengan perantaraan memberi uang suap (sogok) mereka senantiasa menyebabkan kehancuran dan keruntuhan akhlak dan sifat-sifat keadilan dari pemimpin-pemimpin itu, padahal Rasulullah saw melaknat kedua-dua orang itu yang memberi atau yang mengambil uang suap atau sogok itu dan dalam suatu hadits lain beliau saw. bersabda : Ar rasyiu wal murtasyu kullu huma fin naari, Artinya : orang yang memberi suap atau orang yang mengambil uang suap keduanya akan dimasukkan kedalam api, semoga negara-negara islam dapat lepas dari laknat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.