07 April, 2010

Pelajaran ke empat


‘An Abi Hurairah yaqulu: qala Rasulullah saw, innii aakhirul anbiyaa wa masjidi haadsa aakhirulmasjidi (HR Muslim)

Artinya :
Diriwayatkan oleh Hadhrat Abu Huraerah ra. Bahwa Rasulullah saw bersabda, bahwasanya aku adalah nabi yang akhir dan mesjidku ini (di Madina) adalah mesjid yang akhir pula.

Penjelasan.
Dalam hadits yang sangat dalam maknanya ini Rasulullah saw. bersabda bahwa aku adalah nabi yang penghabisan yang membawa syariat dan sesudahku tidak dapat datang seorang nabi yang dengan memansuhkan (membatalkan ) masa kenabianku yang dapat berdiri melawan aku untuk berdiri memulai suatu masa baru. Malah kalau seorang Muslih (reformer) akan datang, kemudian niscaya dia akan dibawahku dan menjadi pengikutku dan dia akan menjadi khadim syariatku, maka dia akan masuk dalam kenabianku dan bukan keluar dari itu. Untuk menjelaskan masalah yang sangat halus ini Rasulullah saw telah menambahkan perkataan, : Masjidi haasa akhirul masjidii, ya’ni masjidku ini adalah masjid yang terakhir. Sekarang akan menjadi jelas, bahwa perkataan tersebut sama sekali tidak bermaksud,. Bahwa dalam dunia ini tidak akan dibangun suatu mesjid lagi, memang bukti dan kejadianpun tidak demikian. Maka apa yang dimaksud dengan perkataan tersebut ialah, bahwa dimasa yang akan datang tidak akan dibangun suatu mesjid yang berlawanan dengan mesjidku ini, yakni seluruh mesjid yang akan dibangun nanti pasti akan mengikuti kepada masjidku ini dan akan menurut dan sesuai dengan bayangannya.
Demikian pula kalimat : Inni aakhirul ambiyaa, yang artinya, aku adalah nabi yang akhir, ini juga bermakna bahwa, tidak akan bisa ada datang seorang nabi yang diluar dari pengikut-pengikutku dan berdiri berlawanan dengan kenabianku. Bahkan kalau ada nabi yang akan datang pasti dia akan menjadi khadim-khadimku, murid-muridku dan bayanganku dan seolah-olah sebagai suatu bagian daripada diriku. Demikianlah pula filsafat yang dalam itu, yang diterangkan dalam Al-qur’an : “Khaataman nabiyyiin.” Camkanlah dengan sunggu-sungguh, bahwa kalau sesudah mesjid Rasulullah saw di Madina berdiri ratusan mesjid dinegeri-negeri lain dan tidak bertentangan dengan kalimat : “masjidi haadza akhirul masajidi”. Kemudian diperolehnya nikmat kenabian oleh seorang dari ummat nabi Muhammad saw yang adalah khadim, murid dan pengikut beliau saw, Bagaimanakah dapat dikatakan bertentangan dengan maksud kalimat : “Inni aakhirul ambiyaa” , Maka sudah jelas dari hadits ini bermaksud, bahwasanya aku adalah penghabisan Nabi yang membawa syariat dan sesudahku tidak dapat datang seorang nabi yang diluar murid dan ummatku, dan begitu pula mesjidku ini adalah penghabisan mesjid dan sesudah ini tidak ada suatu mesjid yang dapat dibangun bertentangan dan berlawanan dengan mesjidku ini. Bila kita simak dengan seksama maka akan nampak bahwa ketinggian kenabian beliau saw, bukanlah dalam anggapan yang demikian, bahwa beliau saw menutup nikmat-nikmat yang telah berjalan dari dahulukala, melainkan hanya dalam hal ini, bahwa saluran-saluran yang dahulu kala yang terpisah-pisah ditutup dan untuk yang akan datang semua pancuran dan saluran diterbitkan dari lautan yang luas dari beliau saw sendiri. Demikianlah penjelasan yang halus ini yang diberikan oleh ulama-ulama islam yang terkemuka dan mujaddid-mujaddid yang besar dalam tiap-tiap zaman, seperti Hadhrat Ibnu Muhyiddin Ibnu Arabi berkata : “ Annubuwwatillati inqotha’at biwujudi rasulillah shallalahu alaihi wa sallam, innama hiya nubuwwati tasyri’i.” ( Futuhat Makiyah) Artinya : Bahwa sanya kenabian yang tertutup dengan kedatangan diri Rasulullah saw sesungguhnya itu hanyalah kenabian yang mengandung syariat.
Hadhrat Imam Abdul Wahab Sya’rani berkata: Inna mutlakin nubuwwati lam tartafi’ wa innama artafa’at nabuwwatu tasyri’I” ( Al jawqitu wal jawahir). Artinya : Sesungguhnya sesudah Nabi Muhammad saw. tidak semua jenis kenabian tertutup dan yang ditutup ialah kenabian yang mengandung syariat saja.
Hadhrat Syeh Ahmad Sarhindi, mujaddid abab XI berkata dalam bahasa parsi, yang artinya : memperoleh kesempurnaan kenabian sesudah kedatangan khatamun nabiyyin Muhammad saw oleh pengikut-pengikutnya dengan jalan warisan taat kepada beliau saw. tidak berlawanan dengan khataman nubuwwat dan janganlah engkau menjadi diantara orang-orang yang ragu.( Maktubatul Ahmadiyyah)
Hadhrat Syah Waliullah Muhaddats Dahlawi rh, mujaddid abad ke XII, bersabda : “ Khutima bihin nabiyyuna ai la yujadu man laa yamurrullahu subhanahu bitasyri’I alan naasi” (Tafhimatil Ilahiyyah). Artinya : Habislah dengannya kedatangan Nabi-nabi itu hanya bermakna, bahwa seorangpun yang akan diperintah Allah untuk membawa syari’at baru bagi manusia.
Maka dengan tidak ragu-ragu lagi inilah pendirian dan I’tiqad yang betul dan sahih, bahwa segala sifat kenabian telah sempurna dalam diri Nabi Muhammad saw dan sesudah beliau saw tidak akan ada se-orang nabi melaingkan yang itu harus menjadi murid dan khadim dan pengikut beliau saw dan karena taat dan khidmat kepada beliau saw ia memperoleh kenikmatan kenabian itu. Alangkah bahagianya kalau orang-orang islam seumumnya dapat memahami hal ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.