16 April, 2010

Pelajaran ke delapan


‘An abi Saidin qola, : sami’tu Rasulallahi saw yaqulu man ra’a minkum mungkaran falyughayyiruhu biyadihi faillam yastati’ fa bilisaanihii fa illam yastati’ fa biqolbihii wa dsalika adh’aful iimaani ( H Muslim)

Artinya :
Diriwayatkan oleh Abu Said ra bahwa aku mendengar Rasulullah saw bersabda. Barang siapa dari pada kamu melihat suatu hal yang bertentangan dengan akhlak atau agama, maka hendaklah ia harus merobahnya dengan tangannya, tetapi jika dia tidak mampu maka ia harus berusaha merobah dengan lidahnya, dan jika dia tidak mampu juga maka dia harus berusaha merobah dengan hatinya ( berdo’a) dan inilah keadaan iman yang selemah-lemahnya.
Penjelasan :

Dalam hadits no 7 diatas telah dianjurkan untuk berjihad fisabilillah dan dikatakan pula bahwa seorang mu’min yang mukhlis harus senantiasa berjihad terus menerus dengan harta dan jiwa raganya.
Dari sekian banyak jalan berjihad, hadits ini menerangkan satu macam jalan berjihad, yang berhubungan dengan perbaikan suatu kaum, suatu keluarga, dan dirisendiri. Yang Mulia Nabi Muhammad saw menerangkan, bahwa kebanyakan kejahatan-kejahatan tentang agama dan akhlak tersebar oleh karena orang-orang tinggal diam saja melihat kejahatan itu dan tidak mengambil suatu tindakan dengan perkataan ataupun tindakan/usaha untuk memperbaiki hal itu. Sehingga akibatnya bukan saja lingkaran kejahatan semakin meluas, karena contoh yang buruk dari seseorang merusak pula kepada berpuluh-puluh orang lainnya, bahkan mengurangi pula rasa takut dan benci kepada kejahatan itu dari sanubari manusia, Setiap orang dengan mudah akan mengerti, bahwa selain dari peraturan hukum, hanya ada dua cara atau jalan yang besar untuk menghapuskan kejahatan dari masyarakat. Pertama. Ialah nasihat, dan pengawasan dari orang-orang baik dan suci, yang dapat menyebabkan perbaikan untuk banyak orang yang sangat lemah tabiatnya. Kedua, ialah rasa takut dan benci kepada kejahatan yang timbul sebagai hasil dari anggapan dan pendapat umum dari masyarakat kita dan hal ini juga dapat menghalangi orang-orang dari perbuatan-perbuatan jahat dan buruk. Misalnya, seorang anak yang mulai rusak oleh karena terjerumus dalam pergaulan yang buruk, akan dapat lepas dari keburukan itu dengan nasehat dan pengawasan yang tepat dari ayah dan ibu atau dari orang yang baik. Atau seorang yang mulai tertarik kepada suatu kejahatan tetapi pengaruh dan ketakutan pada masyarakat akan dapat mencegah dia dari pada perbuatan yang buruk itu dan dia dapat terjaga daripada bahaya itu. Demikian pula pengawasan dengan perbuatan dan nasehat dengan perkataan, kemudian juga do’a dari orang suci sangat berfaedah dalam perbaikan suatu keluarga atau suatu bangsa. Maka dalam hadits ini Rasulullah saw menyebutkan ketiga-tiga sebab dan ikhtiar untuk perbaikan, supaya dapat menutup jalan kejahatan dan membukakan jalan kebaikan didalam kalangan orang-orang beriman. Dalam dunia ini banyak orang begitu malas, lalai dan tidak begitu menghiraukan, sehingga seorang keluarga teman atau kerabat atau tetangga mereka dihadapan mata mereka sendiri berbuat suatu perbuatan yang bertentangan dengan akhlak dan agama dengan terang-terangan akan tetapi mereka tidak mau bergerak atau merasa sidikit jugapun berfikir, bahwa tidak perlulah dengan jalan itu kita menggusarkan hati seorang sahabat atau keluarga atau mencari perselisihan dengan orang lain atau ikut campur dalam akhlak peribadi seseorang dan tinggal sama sekali diam dan tidak bergerak. Dihadapan mata mereka sendiri, kejahatan mulai berkembang, berakar, menjadi pohon-pohon yang raksasa, tetapi mereka tidak menghiraukannya sedikit jugapun. Orang-orang yang bodoh ini sama sekali tidak mau mengerti, bahwa api ini yang hari ini membakar, menghaguskan rumah tetangganya, esok hari api itu juga akan meluas dan berkobar untuk membinasakan rumah mereka sendiri.
Pendeknya Rasulullah saw. dengan hikmah dan kebijaksanaannya, yang sangat tinggi itu telah mengatakan, bahwa janganlah kamu tinggal duduk diam dan menonton saja kepada api dosa dan kejahatan yang ada disekelilingmu, melaingkan kamu haruslah lebih dahulu menyelamatkan rumah tetanggamu dan kemudian rumahmu sendiri juga dari kebinasaan dan bahaya api itu. Beliau saw. telah memberikan jihad dan daya upaya untuk tabligh dan tarbiyat ini dalam 3 tingkatan :
Pertama, ialah kalau manusia itu berkuasa, ia harus mencegah kejahatan itu dengan tangannya sendiri.
Kedua, ialah kalau ia tidak berkuasa mencegah kejahatan dengan tangannya, maka dia harus berusaha menghalangi dengan nasihat dari ucapannya.
Ketiga, kalau ia tidak berkuasa dengan lisan, maka ia harus menghalangi dengan usaha qalbu (do’a) saja.

Pada tempat ini mencegah dengan tangan sama sekali tidak bermaksud dengan pedang atau paksaan atau kekerasan yang dijalankan terhadap orang lain yang tidak ada hubungan, melakukan dengan tangan, hanya bermaksud, bahwa kalau seseorang mempunyai keadaan atau kedudukan bahwa ia dapat menjauhkan suatu kejahatan dengan kekuatan atau pengaruh tangannya, maka ia berkewajiban menunaikan hal itu. Misalnya, bila seseorang Ayah melihat anaknya berbuat buruk atau seseorang atasan melihat bawahannya, atau seorang majikan melihat pembantunya berbuat kejahatan, maka dia berkewajiban dengan perantaraan kekuasaannya atau dia menghalangi dengan lisan, memberi nasehat atau memberi peringatan seperlunya menurut keadaan untuk berhenti dari kejahatan itu.
Dan perbaikan dengan perantaraan qalbu, bukan bermaksud bahwa berdiam saja dengan anggapan biar keburukan itu hilang, karena Rasulullah saw, telah menggunakan perkataan ‘ menghalangi atau merobah dengan perantaraan qalbu’ dan maksud perkataan ini bukan sama sekali bahwa cukup dihati mengatakan itu perbuatan buruk saja, maka menghalangi dengan perantaraan usaha qalbu bermaksud berdo’a dengan qalbu, yang adalah suatu jalan yang mujarab untuk suatu perbaikan. Maksud sabda Rasulullah saw dalam hadits ini, ialah seorang yang tidak dapat mencegah menjalarnya kejahatan dengan tangan dan pula ia tidak mampu untuk menghalangi kejahatan itu dengan lisannya, maka sekurang-kurangnya dengan perantaraan do’a dari qalbunya haruslah ia berusaha untuk perbaikan itu. Sabda Rasulullah saw yang mengatakan, bahwa menghalangi suatu kejahatan hanya dengan perantaraan qalbu saja, adalah semacam keadaan iman yang paling lemah, bermaksud, bahwa merasa cukup hanya dengan do’a dari qalbu saja adalah suatu kelemahan. Seorang mujahid yang hakiki ialah yang bersama-sama dengan do’a dari qalbunya, ikut berikhtiar pula dengan cara-cara yang nampak yang dijadikan oleh Allah swt. seorang yang merasa cukup hanya dengan do’a saja tidak berikhtiar dengan jalan perbuatan nyata, untuk menghalangi/mencegah suatu kejahatan, ia sebenarnya kurang memahami kepada filsafat tentang perbaikan nafsu yang ada pada manusia. Memang do’a mempunyai kekuatan yang sangat besar, tetapi do’a yang betul-betul mustajab/terkabul, ialah yang disertai pula dengan ikhtiar/inisiatip-inisiatip yang nyata, supaya manusia tidak hanya dengan ‘ucapannya’ saja, tetapi juga dengan ‘perbuatannya’ dapat menarik kepada karunia ilahi.
Maka semua orang yang sebenar-benarnya islam, haruslah mengingat kepada perintah Rasulullah saw. yang sangat indah itu, yakni kalau ada seseorang yang berbuat kejahatan dihadapan mata mereka adalah salah satu dari keluarga mereka, teman-teman atau bawahan mereka, maka mereka harus mencegah dengan tengannya sendiri. Tetapi kalau mereka tidak berkuasa untuk menghalangi dengan tangannya sendiri terhadap orang yang berbuat kejahatan itu atau malah mencegah dengan tangan itu dapat menimbulkan fitnah, maka mereka selanjutnya harus berusaha untuk menghalangi dengan nasehat dari lisannya. Seandainya oleh karena kelemahan hati atau ketakutan akan timbul fitnah, mereka tidak berkuasa untuk menjalankan kedua hal itu, maka untuk menghapuskan kejahatan itu sekurang-kurangnya mereka harus berdo’a dengan khusyu’ yang sebetul-betulnya dalam hati mereka.
Untuk kebaikan suatu bangsa atau keluarga atau perseorangan inilah cara yang sangat bermamfaat dan menyenangkan dan sekiranya orang-orang islam betul-betul menjalankan amal ini, maka dalam waktu yang singkat, keadaan negeri akan dapat berobah menjadi baru. Akan tetapi orang-orang yang menonton kepada pemandangan dan terus melihat kejahatan kesana-kemari dengan asyikya tidak berbuat apa-apa justru menikmatinya, yang demikian itu tidak dapat dianggap ia sebagai islam sejati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.